Saturday, June 16, 2007

Bagaimana Siswa Belajar ?

Prof. Alby sedikit kecewa pada sessi terakhir acara workshop atas beberapa saran dari peserta workshop tentang kurikulum, penulisan silabus dan ToT yang dilaksanakan untuk Kepala Sekolah, Guru dan Pengawas di Hotel Grand Tropic, Jakarta Barat beberapa hari lalu. Barangkali menurutnya, bagaimana mungkin, peserta workshop begitu bersemangat, partisipatif dan kelihatan sangat senang dalam setiap sessi, tetapi di akhir acara ada catatan-catatan agak miring terkait jalannya workshop yang digagas AIBEP dan Depag tersebut. Untunglah suasana kembali cair.
Sebagai peserta, saya menduga bahwa Prof. Alby salah persepsi atas saran para peserta yang dianggapnya tidak mencerminkan animo yang begitu tinggi setiap kali ia memberikan materi yang ditunjukkan para peserta. Saya juga yakin, saran yang ditulis para peserta lebih terkait soal teknis aplikatif bukan pada dirinya dan substansi materi yang disampaikannya. Bahkan, saya tidak yakin kalau para peserta tidak menyukai Prof. Alby. Dia yang humoris, hangat dan bersahaja. Ketahanan fisiknya sangat prima untuk ukuran pria berusia 68 tahun memberikan ceramah selama 5 hari. Luar biasa. Seingat saya, Dia tidak menggunakan mikropon saat berbicara, tapi sangat jelas ditangkap, meski pemahamannya tidak semua bisa dimengerti peserta karena kendala bahasa. Untunglah ada Prof. Muljani, Mas Arif dan Mba Katty juga Pak Unang yang banyak menjembatani was wes wos-nya Pa Alby. Tentu yang tidak kalah penting, Dia sangat menguasai persoalan pengembangan kurikulum di sekolah, bagaimana mengelola pembelajaran, bagaimana menilai dan melakukan evaluasi, mengembangkan silabus dan semua yang terkait dalam tema besar workshop kali itu.
Mungkin selama ini, guru di balik pengalamannya, masih menempatkan dirinya sebagai subjek dan materi pembelajaran menjadi gagasan utama dalam belajar, sedangkan siswa ditempatkan sebagai objek belajar. Kenyataan ini dibalikkan seratus delapan puluh derajat dalam workshop itu, dengan memposisikan siswa sebagai subjek belajar. Siswalah yang berperan, sementara guru hanyalah fasilitator. Gagasan belajar tidak lagi dibangun pada apa yang akan mereka pelajari, tetapi berfikir bagaimana siswa belajar.
Mungkin sebagian peserta telah banyak tahu pergeseran paradigma itu. Tetapi seolah-olah baru kali ini informasi itu didapatkan. Di sinilah Pa Alby berperan besar dalam menyajikan paradigma baru itu sampai pada tingkat yang paling substantif dalam runtutan manajemen belajar; silabus.
Begitulah, menulis silabus yang telah menjadi makanan wajib bagi guru dalam tugasnya mengembangkan pembelajaran, "terpaksa" harus direkonstruksi dalam acara itu. Paling tidak pada gagasan pokok silabus yang mencerminkan ,"Bagaimana siswa belajar ?" bukan, "Apa yang harus dipelajari siswa ?".

Wednesday, June 6, 2007

WC Dalam Etika Kita; Catatan Untuk Wisata Akhir Studi


Wisata akhir studi bagi siswa kelas sembilan tempat saya bekerja berlalu sehari sudah. Sejak awal keberangkatan, Ahad 3 Juni 2007 suasana gembira sangat terasa mewarnai perjalanan sampai tiba di lokasi wisata; Kawah Putih Ciwidey. Acara dikemas menyenangkan, outbond, hiburan, belanja dan tentu fasilitas hotel pilihan panitia. Cukup ampuh untuk mengendurkan syaraf-syaraf tegang setelah sebelumnya konsentrasi diheningkan untuk satu momen; UN. Hampir tidak ada peserta yang tidak menikmati wisata ini. Siswa, guru dan karyawan, semua yang turut serta.
Hotel pilihan panitia tempat kami menginap terletak di Jl. Maribaya No. 11 B Lembang, cukup nyaman untuk ukuran saya. Meskipun saya agak "silau" membaca namanya. Awalnya biasa saja. Barulah setelah keluar dari kamar kecil, ada sesuatu yang mengganjal benak. Perasaan saya terusik dengan tanda penunjuk arah kiblat di kamar yang saya tempati, searah dengan posisi WC kamar mandinya. Ini berarti, siapapun yang buang hajat dalam posisi seperti itu, hanya ada dua kemungkinan. Pertama menghadap kiblat dan kedua membelakanginya. Saya tidak tahu, apakah semua demikian dan peserta studi merasakan seperti apa yang saya rasakan. Iseng-iseng saya coba mengunjungi beberapa WC. Yah, arahnya sama seperti kamar saya. Artinya, ada beberapa WC yang arahnya membelakangi dan menghadap kiblat. Terakhir sekali saya shalat Zhuhur di kamar yang diistirahati Pak Wakil Direktur, sama.
WC, bagi kita tidak sekedar persoalan estetika dan kebersihan saja. Tetapi juga menyangkut persoalan akhlak, persoalan etika. Dalam satu riwayat dari Abu Hurairah, Rasulullah menegaskan larangan dalam buang hajat :


عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏قَالَ ‏
‏إِذَا جَلَسَ أَحَدُكُمْ عَلَى حَاجَتِهِ فَلَا يَسْتَقْبِلْ الْقِبْلَةَ وَلَا يَسْتَدْبِرْهَا

"Bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bila kamu mendatangi tempat buang air, janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya." (HR. Muslim)

Dalam riwayat Abu Ayyub ada tambahan :
وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا

"Tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat." (HR. Muslim)

Posisi kiblat di Madinah adalah menghadap ke Selatan, sedangkan membelakangi kiblat berarti menghadap ke Utara. Menghadap ke barat dan timur artinya tidak menghadap kiblat dan juga tidak membelakanginya.
Jika hadits ini diterapkan di Indonesia, tentu tidak tepat hanya dipahami secara zahir teks. Sebab jika dipahami demikian akan bertentangan dengan maksud larangan dalam hadis itu. Pemahaman yang benar atas riwayat Abu Ayyub dalam konteks geografi Indonesia berarti,
"Tetapi menghadaplah ke utara atau ke selatan."
Sebab posisi Ka'bah geografi Indonesia berada di sebelah barat agak serong ke kanan beberapa derajat. karena itu WC yang dibangun orang muslim, selalu diarahkan ke utara-selatan untuk menghindari menghadap atau membelakangi kiblat.
Memang, ada pemahaman atas hadits di atas tidak berlaku bagi WC yang tertutup seperti sekarang. Alasan tersebut berdasarkan sifat tempat buang air di masa lalu bukan berbentuk kamar mandi yang tertutup melainkan tempat terbuka yang sepi tidak dilalui orang-orang. Sedangkan bila tempatnya tertutup seperti kamar mandi di zaman kita sekarang ini, tidak dilarang bila sampai menghadap kiblat atau membelakanginya. Pendapat ini didasari hadits riwayat Imam Tirmizi berikut ini.

Dari Jabir ra. berkata bahwa Nabi SAW melarang kita menghadap kiblat saat kencing. Namun aku melihatnya setahun sebelum kematiannya menghadap kiblat". (HR.Tirmizi)

Ada dua riwayat yang sejalan dikemukakan di sini dan satu riwayat yang berbeda dalam masalah ini. Yang pertama dan kedua sunnah qauliyah berupa larangan dan perintah. Riwayat yang ketiga sunnah fi'liyah. Nah, mendahulukan sunnah qauliyah akan lebih arif sebab menyangkut perintah Nabi untuk dilaksanakan dan larangannya untuk dihindari. Ini berarti, saat buang hajat sebaiknya menghindari menghadap kiblat dan membelakanginya, baik ada penghalang maupun di tempat terbuka.

***
Saya berasumsi, hotel dan WC-nya itu bukan milik orang muslim. Saya mafhum dari nama hotel yang tertulis jelas di muka pintu gerbangnya. Nah, wajar kalau demikian. Tetapi saya jujur, ada kecurigaan sedikit, jangan-jangan memang sengaja dirancang menghadap searah dengan kiblat. Ini semacam perangkap bagi tamu muslim menginap yang tidak menyadari bahwa ia telah menghadap atau membelakangi kiblat shalatnya saat buang hajat di hotel itu. Tapi sekali lagi jujur, kecuriagaan itu berkurang setelah saya bertanya pada ketua paniti studi wisata tentang WC di kamarnya. Katanya " Iya ya, tapi ... di kamar saya menghadap Utara-Selatan". Syukurlah. Barangkali posisi kita yang harus bergeser jika kebetulan buang hajat di hotel atau tempat-tempat umum yang kebetulan menghadap kiblat, daripada WC-nya yang kita dibongkar. Cepe deeeeh.


sekolah roboh

sekolah roboh